eM-eL KoK BiKin TrauMa JuGa?

Tidak bermaksud untuk berbagi kisah jorok, seronok atau apapun yang bikin orang ngeres, tapi ini sungguh pengetahuan penting bagi setiap orang yang ingin mengetahuinya.

Kali ini aku pengen berbagi kisah temenku lagi, yang beberapa malam ini mulai mengusik alam pikirku. Temen yang sudah pernah aku ceritakan sebelumnya di postingan beberapa waktu yang lalu ini kembali menarik untuk diceritakan.

Temenku yang MBA ini ternyata mengidap sakit parah -dalam pandanganku- karena rasa bersalahnya ML dengan sang pacar.  Meski dia masih bersyukur karena kisah cintanya yang tragis akhirnya berbuah bahagia juga, tetapi dua malam yang lalu dia menangis –meski nggak sesenggukan- membagi penyesalannya melakukan hubungan badan dengan laki-lakinya ketika itu.

“Aku pikir dulu itu hanya main-main, eh ternyata jadi beneran,” papar temenku mengawali kisahnya. Aku hanya tersenyum simpul, membatin nakal. “Lah gimana sih Mbok Yu, air sakti kok dibikin mainan..,”

Singkat kata, meski tidak detail sampai pada gaya eM-eL yang dipraktekkan temenku ini, tetapi dia mengaku jika perbuatannya ketika itu hanya iseng semata, bahkan karena saking isengnya dia mengaku tidak menikmati persetubuhan yang katanya memberi kenikmatan luar biasa itu.

Dengan alasan takut diputus pacar dan karena ingin membuktikan cinta mendalamnya pada sang lelaki, temenku mau ketika laki-lakinya menginginkan hubungan itu, meski tanpa menikah, dengan segenap ketakutan, dihantui kehamilan dan lain-lain yang kemudian menjadi kenyataan.

Kini, setelah hampir setahun peristiwa itu berlalu, ternyata temanku masih belum juga menikmati hubungan seks yang cukup membuatku penasaran itu 😛

Menurut pengakuannya, sampai detik pelegalan hubungan mereka saat ini, dia tidak pernah bisa merasakan point penting hubungan badan seperti yang dirasakan banyak orang.

“Aku kasihan suamiku, tapi gimana ya, aku sama sekali kehilangan gairah ketika melakukan itu, aku nggak tahu kemana gairahku berkobar. Hampir setiap melakukannya, suamiku selalu bilang kalo berhubungan badan denganku tak ubahnya menggagahi patung, diam dan hambar,”

Aku tercengang. Ha? Bukankah ini masalah yang cukup besar bagi perjalanan rumah tangga sepasang suami isteri? Kenikmatan pernikahan macam apa yang akan didapat oleh mereka jika hubungan ranjang sudah terasa hambar? Apalagi untuk usia pernikahan temenku yang baru berlangsung setahun ini?

Tanpa bermaksud mengadili, aku desak temanku apakah dia sudah pernah berkonsultasi pada dokter, atau pada orang yang lebih berpengalaman tentang kegairahannya yang meluntur itu? Ternyata tidak. Menurut pengakuannya, satu-satunya orang yang dia kasih tahu adalah aku, yang pada akhirnya justru hanya diam. Aku tidak tahu apa yang bisa aku bantu..

Dengan gayaku yang sok, aku bilang –dengan hati-hati sekali- padanya,

“Apapun itu, menurutku yang nihil pengalaman ini, kamu sakit. Sakitmu adalah kehilangan gairah seksmu, dan apa yang menyebabkannya? Sungguh itu pasti membebanimu. Kamu kecapekan? Kamu takut hamil? Atau suamimu melakukannya dengan kasar? Hingga kamu justru menganggap hubunganmu hanya sebuah pemerkosaan?”

Airmata temenku mengalir deras.

“Aku tidak tahu Tum, kadang aku benci sekali dengan suamiku, mungkin iya aku tidak mau melakukannya karena aku takut hamil, tetapi ada beban lebih daripada itu. Aku dihantui rasa bersalah yang amat sangat, aku trauma..,”

Aku terpekur. Bukankah seks adalah kenikmatan luar biasa yang membangkitkan gairah manusia? Kenapa bagi temanku itu justru siksaan berat yang tak mampu ditanggungnya? Whats wrong? Banyak temenku lain yang juga eMeL dengan pasangan ilegal, tetapi mereka fine. Bahkan gontati pasangan juga tetep enjoi..

Sampai ketika aku menulis tentang ini, aku belum punya pengalaman bersentuh badan dengan laki-laki manapun. Jadi aku hanya mampu melongo menanggapi linangan airmata temanku. Ternyata eM-eL, yang dilakukan dengan suka-suka oleh temanku pada mulanya, ketika mereka bahkan belum dihalalkan, saat ini hanya kehampaan luar biasa yang cukup memprihatinkan bagiku.

Entah apa pendapat para pelaku seks bebas ketika mengetahui kisah temanku, yang jelas bagiku, ketidaknikmatan berhubungan badan yang sedang dialaminya adalah beban sakit tak tertangguhkan.

10 komentar di “eM-eL KoK BiKin TrauMa JuGa?

  1. Ada salah kaprah orang tentang “tanggungjawab”, yang semestinya bukan menikahi wanita yang telah dia hamili; tapi jika memang bertanggungjawab, jangan sentuh wanita itu sampai menjadi istri.

    Jika senggama terjadi di luar nikah, walau tidak mengakibatkan kehamilan, apakah kemudian pertanggungjawaban tidak perlu ada, utamanya saat berpisah. Entahlah.

  2. Hhmm….Aku juga baru dengar Mbak ada yang trauma mengenai hubungan badan.
    Saran saya sich(halah sok tua nich), rasa bersalah itu yang harus dihilangkan, yakinkan bahwa hubungan yang sekarang adalah yang sudah halal, dosa masa lalu biarlah, Allah Maha Pengampun, asalkan mau taubat Nashuka, Insyaallah….

    Ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya mBak 🙂

    Salam semangat selalu Bocahbancar

    NB : Blog nya sudah bagus kok Mbak….
    (wah ternyata malah Blogger senior nich, saya mulai ngeBlog Juli 2008 he he he)

  3. Sepasang pemburu misteri–namanya Paul dan Paula–mendatangi sebuah pabrik tua peninggalan Belanda, yang ditinggalkan terbengkalai sejak runtuhnya order baru, dan tidak berrelevansi pada order reformasi.

    Sementara Paula asyik menikmati Siomai di bangku tua di halaman, Paul mendobrak masuk ke dalam gudang dan membuktikan omongan orang, bahwa pabrik itu “berpenghuni”. Konon, beberapa kali terlihat seorang WANITA meringkuk bersimpuh di sudut pintu, kakinya melingkar tak berdaya dan hampir tidak mirip kaki, mirip ekor ikan. Orang bahkan selalu menyangkanya DUYUNG… ya duyung… duyung ngesot. Matanya yang lebar berpendar di bawah temaram cahaya matahari sore, selalu tampak sendu.

    Paul terus masuk memuaskan rasa penasarannya. Pabrik itu begitu tua, gerah, sumuk dan pengap. 15 menit laksana 15 jam terperangkap, dan Paul masih tidak mendapatkan apa-apa. Dengan rasa kecewa dia keluar, dan mendapatkan Paula selesai dengan dua piring siomai.

    Seperti baru keluar dari penjara, Paul berkipas-kipas lega menikmati angin sejuk seiring suara mangkok penjual bakso yang barusan lewat.

    Sejuk dan segar rasanya. Padahal dari tadi tidak ada yang berubah. Tidak pernah ada yang mengundang masuk ke gudang yang pengap dan gerah. Tidak pernah ada merubah cuaca di luar. Kesegaran dan kesejukan hanya ilusi.

    Ilusi, kita terjebak ilusi kenikmatan dan ketidak-nikmatan yang kita ciptakan sendiri. Tidak pernah ada yang berubah. Tidak ada yang mengundang kita masuk ke ruang misteri. Di luar sana, semuanya masih sama.

Tinggalkan komentar